Jadi, siapakah TLKM ini? Saya yakin, hampir sebagian masyarakat Indonesia mengenal perusahaan ini. Tapi saya tidak yakin, mayoritas dari kita, paham apa yang akan dan sedang dilakukan perusahaan ini kedepan. TLKM (PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk – disingkat Telkom), perusahaan penyedia jasa telekomunikasi dan jaringan terbesar di Indonesia, yang menawarkan berbagai produk/jasa dengan scope jasa koneksi fixed-line, selular, interkoneksi dan jaringan, internet dan komunikasi data. Disamping itu, TLKM juga mengoperasikan bisnis multimedia seperti konten dan aplikasi, menegaskan strategi transformasi bisnis perusahaan dari (hanya) telekomunikasi ke model bisnis berorientasi telekomunikasi, informasi, media, edutainment dan services (TIMES)!
TLKM merupakan satu-satunya perusahaan telekomunikasi di Indonesia yang secara konsisten menunjukkan kinerja positif yang menjanjikan dibandingkan dengan kompetitor lainnya di industri yang sama ($EXCL, $ISAT, $FREN). Tampaknya, sebagai induk perusahaan, TLKM harus berterima kasih terhadap subsidiary-nya (yang paling berharga) Telkomsel, yang menyumbangkan 90% laba bersih terhadap total net profit TLKM!
Telkomsel adalah operator selular terbesar di bumi pertiwi dengan jumlah pelanggan tidak kurang dari 178 juta customer, tersebar dari Sabang hingga Merauke, melingkupi daerah perkotaan yang crowded hingga daerah terpencil, pulau terluar maupun daerah perbatasan negara. Kesemua wilayah itu di-coverage dengan infrastruktur telekomunikasi tidak kurang dari 146 ribu BTS dan satelit telekomunikasi yang paling frontier.
Sebagai pionir dan leader di segmen selular dan komunikasi data, Telkomsel merupakan pemain utama yang meluncurkan pertama kali layanan mobile 4G LTE di Indonesia, pun dengan nilai investasi terbesar, yang menciptakan semacam gap barrier yang besar dengan para pesaing lainnya. Terus terang, gap besar ini dapat dianalogikan dengan apa yang diungkapkan dalam buku Blue Ocean Strategy gubahan Prof. Kim. Telkomsel telah membuat hampir apa yang dilakukan oleh para pesaingnya menjadi tidak relevan. Para pesaingnya hanya bisa bermain dari segi harga, namun dengan drawback kualitas dan pelayanan dibawah standard.
Menyongsong era digital, Telkomsel tidak hanya berhenti sebagai penyedia jasa telco, visi perusahaan diarahkan pada mobile digital lifestyle and solution provider! Adapun bisnis pada ranah ini mencakup Digital Advertising, Mobile Financial Services, Digital Lifestyle, dan (yang paling menghebohkan; di-cap sebagai masa depan dunia digital) Internet of Things. Jadi bisa anda bayangkan, berapa besar (berapa kali lipat?) value added yang telah/akan dihasilkan perusahaan di masa kini/mendatang.
Langkah strategis Telkomsel dalam memberikan layanan prima kepada seluruh masyarakat Indonesia, tercermin dari agresifitas perusahaan dalam membangun ekosistem digital di tanah air, to reshape the way people enjoying digital lifestyle! Segmen pelanggan yang menjadi target utama Telkomsel adalah anak muda, yakni generasi Zaman Now (dikenal juga Gen-Y dan gen-gen selanjutnya).
Kembali lagi ke TLKM. Secara balance sheet, TLKM merupakan yang terbaik dibandingkan dengan kompetitornya. Why? Nearly zero exposure to foreign debt, plus secara DER (rasio hutang terhadap modal), pun yang terkecil dibandingkan pesaingnya. Pelemahan kurs rupiah terhadap USD yang terjadi saat ini, tidak akan terlalu mempengaruhi kinerja TLKM. Pasalnya, hutang luar negeri TLKM sangat kecil. Not to mention apa yang harus dihadapi $EXCL, $ISAT maupun $FREN, kondisi pelemahan rupiah ini tentu akan menjadi boomerang yang mengikis laba perseroan. Singkat kata, baik pendapatan maupun hutang TLKM, hampir 100% menggunakan mata uang rupiah!
Dalam dunia militer, kita mengenal adanya 3 matra dalam gugus pertahanan nusantara, Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Demikian halnya juga strategi ini diterapkan oleh manajemen TLKM dalam menyongsong era Internet of Things, e-Commerce, Blockchain, dan hal lainnya yang berkaitan dengan teknologi komunikasi data (baik pelanggan retail, korporat maupun government). TLKM’s long term strategic goal adalah menjadi raja digital di Indonesia via Telkomsel (king of air), Fiber to Home [FTTH] (as a king of land), dan Fiber-optic boardband highway as a king of sea. Yang terakhir ini, direalisasikan TLKM via pembangunan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL), yang menurut rencana perseroan, akan dibangun lagi SKKL sepanjang 157 km dari Padang menuju Tua Peijat, Kepulauan Mentawai. SKKL ini tidak hanya mendukung sektor telekomunikasi dan internet, tapi multiplier effect-nya akan sangat kuat implikasinya pada sektor pariwisata di area Mentawai, dimana para turis/wisatawan datang untuk berlibur, surfing dan bersosmed ria dengan hasil selfie mereka akan keindahan alam Indonesia (semua itu butuh dukungan backbone telekomunikasi dan internet yang handal). Yang pada akhirnya, akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di daerah yang bersangkutan.
Apabila di masa lalu, TLKM berjaya di bisnis fix line, namun seiring dengan pergeseran perilaku konsumen maupun perkembangan teknologi, mengarah ke bisnis selular, untuk kemudian ke internet dan komunikasi data. Maka di masa kini, kontribusi bisnis Telkomsel terhadap TLKM masih tergolong dominan. Namun di masa mendatang, hal ini akan semakin diimbangi oleh bisnis inti TLKM via proyek/bisnis yang sedang dan akan digarap di masa kini/mendatang. Salah satu bisnis penting TLKM yang mungkin terlewatkan oleh mayoritas investor adalah satelit!
Kini, Satelit Merah Putih milik TLKM telah berada di lokasi peluncuran SpaceX, di Cape Canaveral Air Force Station, Florida, USA. Dalam waktu dekat, di awal Agustus ini, momen bersejarah ini akan mencatat satelit dengan kapasitas 60 transponder itu mengangkasa mengorbit wilayah coverage Asia Tenggara dan Asia Selatan selama 16 tahun ke depan. Satelit ini dibuat oleh perusahaan Space Systems Loral (SSL) yang berbasis di Palo Alto, California, USA. SSL memiliki reputasi yang excellent di bisnis antariksa, lebih lanjut, SSL ini merupakan pembuat satelit milik $BBRI.
Segmen bisnis satelit, merupakan salah satu bisnis penting TLKM yang memungkinkan perseroan memaksimalkan potensi income baik di masa kini/mendatang. Satelit Merah Putih hadir untuk melengkapi satelit Telkom-2 dan Telkom 3S (yang telah beroperasi sebelumnya). Dikarenakan kapasitas transponder yang lebih besar, Satelit Merah Putih dapat menjangkau wilayah regional yang lebih luas, yakni Asia Selatan, yang mana segmen pelanggannya merupakan negara-negara berkembang (bukan maju), yang notabene masih terbuka lebar kans untuk bisnis penyewaan satelit. Sekedar gambaran, per Q1-2018, income TLKM dari segmen satelit sebesar Rp.331 miliar, suatu peningkatan sebesar 9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, Rp.302 miliar. Jika per 2018, bisnis ini “hanya” mendatangkan income Rp.1,5 triliun bagi TLKM, maka 16 tahun dari sekarang, diperkirakan Rp.374 triliun!! Suatu angka yang fantastis bukan? Oh, itu belum begitu fantastis dibandingkan dengan total cumulative cashflow dari bisnis satelit ini selama 16 tahun ke depan, min. (bila tidak mau dikatakan “paling hancur”) mencapai Rp.1216 triliun, dengan asumsi size dan pelanggan bisnis sewa satelit TLKM, serta jumlah satelit TLKM hanya seperti kondisi saat ini saja.
Industri telekomunikasi memang sedang mengalami pergeseran yang luar biasa. Sebagaimana perkembangan teknologi makin canggih, legacy technology seperti 2G atau bahkan 3G menjadi makin irrelevant di masa mendatang. Pemerintah merasakan pentingnya regulasi di sektor ini, untuk menciptakan kompetisi yang sehat dan memberikan benefit yang lebih besar bagi masyarakat. Oleh karenanya, sejak awal tahun lalu, pemerintah menerapkan kebijakan registrasi prabayar. Dan kebijakan inilah yang berimplikasi pada penyusutan laba bersih TLKM maupun kompetitor lainnya. Bahkan, lebih parah EXCL yang harus menderita kerugian Rp.81,74 miliar pada semester pertama tahun ini. Sebelas-dua belas, ISAT pun tidak lebih baik dari EXCL. Apalagi FREN, yang kisahnya seperti Merpati (MERana taPi tidak mau mATI) Airways.
Anda tentu masih ingat, 2 hari lalu TLKM bertengger di level Rp.3910. Namun di hari berikutnya, terjerembab ke level Rp.3570. Apakah ini normal? Dengan penyusutan laba 26%, menjadi “hanya” Rp.12,94 triliun, wajarkah bila harga saham bluechip ini harus terkoreksi 8-9%? Di sini, TLKM masih mencatatkan keuntungan, dan angka Rp.12,94 triliun bukanlah nilai yang kecil! Mungkin bila dicompare dengan provider telco lain di dunia, TLKM adalah salah satu yang paling menguntungkan, dan di mata foreign investors, TLKM adalah “EMAS”, “Cash Engine”, and “Very Valuable”!
Faktor lain yang mempengaruhi kinerja emiten Halo-halo adalah seberapa agresif perusahaan tersebut melakukan ekspansi. Ini adalah suatu siklus yang pasti akan terulang pada perusahaan telco yang ingin tetap eksis dan sustain di masa mendatang, kecuali mereka mau ditinggal oleh subcribers-nya. Hanya saja, konsumen di Indonesia, loyalitasnya terletak pada harga, kadang lebih memilih harga murah ketimbang kualitas dan layanan (sungguh ironi). Kendati demikian, survei yang dilakukan oleh institusi internasional terhadap behavior ini, menunjukkan tingkat melek teknologi dan income per kapita masyarakat Indonesia yang semakin baik, membuat konsumen lebih cerdas dalam memilih provider telekomunikasi, dan bahkan tidak segan-segan melakukan switching ke provider lain yang memberikan kualitas layanan yang lebih baik.
Salah satu hal yang meningkatkan biaya operasi TLKM (faktor penekan laba) adalah strategi perusahaan dalam investasi infrastruktur layanan 4G LTE maupun (teknologi yang akan hadir berikutnya di Indonesia) 5G. Ini bukan investasi yang kecil! Terlebih harga paket data di Indonesia, tergolong murah bila dibandingkan dengan negara tetangganya, semisalnya Singapura dan Malaysia. Namun, konsensus para periset fund managers asing meyakini, pada kuartal III-2018 dan selanjutnya, adjustment harga paket data (kenaikan) sebesar 15%-20%, akan mem-boost kinerja TLKM! Bagaimana dengan kompetitor TLKM? Ya, setidaknya bisa mengurangi “pendarahan” pada cashflow perusahaan.
Dengan superioritas yang dimiliki TLKM dibanding pesaingnya, yakni: scope bisnis TLKM yang (nearly) monopolistic, kesigapan TLKM dalam membaca shifting demand dan the change of industrial landscape, status TLKM sebagai BUMN (backed by government), kesuksesan dan kepiawaian TLKM dalam transformasi bisnis inti perseroan, strong demand produk smartphones baik single/duo SIM card (bila sebelumnya pakai EXCL, ISAT, FREN, terdapat kemungkinan menjadi pelanggan setia TLKM), penurunan kualitas layanan para pesaing TLKM dalam hal layanan 3G/4G LTE, fundamental bisnis dan finansial TLKM yang sangat kuat, kekuatan TLKM dalam memperluas network lebih cepat plus dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan para pesaingnya, kapabilitas shifting layanan ke teknologi 5G dengan cost berbanding revenue yang terendah, rating perusahaan yang tergolong sangat baik (menurunkan beban pinjaman, baik lokal maupun luar negeri, bila sewaktu-waktu perseroan membutuhkannya), kewajiban registrasi SIM card (memberikan keamanan pada konsumen disamping membuat mereka lebih engage ke operator yang handal), dan segudang keunggulan lainnya (not to mention the result of fundamental analysis from the perspective of financial related things), tak salah bila predikat “outperform & overweight” disematkan pada emiten Halo-halo ini.
In fact, many of my colleagues that are researching and reviewing the performance of listed companies in Indonesia, stunned by the business and financial performance of these companies. Especially, in the near future, the promising of Indonesia's economy growth as well as the demographic bonus is remarkable! Still, we should cautious of the uncertainty factor, which is remains a challenge for all of us.